Oleh Lizsa
Anggraeny
"Sudah berapa buntutnya?"
"Cepetan punya... jangan ditunda-tunda"
"Masih juga belum berhasil... KB yah?"
..".......dan lain-lain"
"Cepetan punya... jangan ditunda-tunda"
"Masih juga belum berhasil... KB yah?"
..".......dan lain-lain"
Melewati tahun pernikahan ke
delapan, sudah tak terhitung berapa banyak pertanyaan sejenis di atas yang
rajin dilemparkan pada saya ataupun suami. Suatu kalimat atau tepatnya
pernyataan yang sepertinya telah menempel erat pada saya, seorang istri yang
belum juga dianugrahi keturunan. Biasanya saya hanya bisa tersenyum kemudian
berlalu berusaha tidak menanggapi percakapan semacam itu..
"Siapa yang tak ingin
memiliki anak?" batin saya selalu mengatakan demikian. Sayang memang,
mereka tidak pernah tahu, betapa telinga ini rasanya selalu rindu oleh tangisan
atau teriakan-teriakan kecil, "Ummi...!" yang akan memanggil saya.
Tangan ini rasanya selalu rindu akan dekap tubuh mungil dalam kehangatan
balutan selimut kecil. Betapa saya ingin.ingin sekali memiliki buah hati. Suatu
harapan yang selalu saya bawa dalam setiap doa.
Sampai suatu ketika, dokter
terapi infertilitas saya di akhir pemeriksaan bertanya seperti ini,
"Mengapa anda ingin memilki anak?" ucapnya dengan wajah serius.
"Ada
beberapa pasangan yang berobat ke sini, setelah berhasil memiliki anak malah
bercerai karena tidak tahu alasan kenapa ingin memiliki anak," ucapnya
melanjutkan. Saya yang tiba-tiba disuguhi pertanyaan seperti ini tentu saja
tersentak berusaha mencari jawab. Sungguh, saat itu saya tak bisa menjawab
secara spontan kenapa saya ingin memiliki anak.
Dalam perjalanan pulang pun
pertanyaan tersebut masih terngiang-ngiang dan bermain dalam benak pikiran.
Saya berusaha mencari jawaban atas alasan keinginan dan harapan saya memiliki
buah hati.
Saya mulai bertanya pada diri
sendiri, "Kenapa saya ingin memiliki anak?" Apakah keinginan ini
keluar semata karena rasa egois seorang manusia yang ingin memiliki? Apakah
keinginan ini hanya dikarenakan saya sudah mulai jenuh mendengar pertanyaan
"Kapan punya anak?" atau pertanyaan sejenis lainnya yang kerap dilemparkan?
Apakah keinginan ini karena saya merasa cemburu jika melihat teman-teman yang
sudah mulai memiliki satu, dua, tiga.... momongan? Apa sebenarnya tujuan saya
memiliki keturunan? Ternyata, saya sukses dengan jawaban buntu disertai kepala
pening.
Hingga suatu hari, suami
menghadiahkan sebuah buku berjudul "Cara Nabi Mendidik Anak" yang
disusun oleh Ir. Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid. Buku yang memberikan
perhatian khusus mengenai Tarbiyah Nabawi lith-Thif (pendidikan Nabi
untuk anak), banyak mengungkapkan dunia anak yang belum pernah saya temui.
Membaca buku ini, saya hanyut dalam suasana seperti seorang ibu. Ada banyak hal yang
semula tidak saya ketahui tertulis di sini, seperti cara efektif membangun jiwa
anak, mengembangakan pemikiran anak, meluruskan kesalahan perilaku anak, serta
banyak hal lainnya yang membuat saya kadang termangut-mangut sendiri sambil
meresapi.
Selesai membaca buku tersebut,
saya seolah tersadar bahwa bagi beberapa orang memiliki anak itu mungkin mudah
tapi mendidiknya agar selalu terjaga dalam fitrahnya (Islam) tidaklah mudah.
Imam Al-Ghazali sendiri dalam risalah Ayuhal Walad pernah mengumpamakan
proses tarbiyah anak sebagai ibarat "Usaha petani yang mencabuti duri-duri
dan membuang tumbuhan asing dari tanamannya agar tumbuh dengan baik dan
sempurna." Ia tidak hanya untuk dilahirkan ke dunia saja, tapi lebih dari
itu, ia memiliki hak dan kewajiban yang harus bisa dipenuhi serta didukung oleh
orang tua dengan sebaik-baiknya.
Saya mencoba mengubah pola
pemikiran. Yang tadinya hanya berorientasi ingin memiliki anak, sedikit demi
sedikit mulai membuka pandangan dengan tidak hanya sekedar `ingin` tapi juga
harus memilki kesadaran untuk mempersiapkan diri agar dapat menjadi Ibu yang
baik. Seorang ibu yang kelak dapat menjadi penenang jiwa sesunguhnya bagi
keluarga, yang dapat mengemban amanah berharga dari Allah swt berupa anak-anak
serta dapat bertanggung jawab agar anak-anak menjadi abrar (orang-orang
yang berbakti). Insya Allah.
Dengan mengubah pola pikir
seperti ini, akhirnya saya mendapatkan jawaban untuk sebuah pertanyaan yang
diajukan sang dokter di atas. "Mengapa anda ingin memiliki anak?"
Jawabannya adalah sebagai istri, saya ingin dapat merasakan satu fase kehidupan
yang disebut ibu. Selain itu juga ingin membahagiakan suami dengan menghadirkan
cahaya mata, penyejuk hati, meski suami tidak pernah menuntut tentang hal ini.
Sebagai umat Rasulullah saw, saya ingin menggembirakan beliau dengan
memperbanyak jumlah umatnya. Seperti yang tertulis dalam hadits riwayat Abu
Dawud dan Nasa`i, Rasulullah saw bersabda "Nikahilah wanita yang bisa
melahirkan banyak anak karena aku akan berbangga dengan kalian kepada umat-umat
lain." Sedangkan sebagai hamba Allah swt, saya ingin menjaga kelangsungan
keturunan dengan melahirkan generasi-generasi muslim, yang akan bersama-sama
berjuang mengagungkan nama Allah swt di muka bumi ini. Insya Allah.
Saya percaya, ini adalah salah
satu skenario yang Allah swt berikan untuk menguji kesabaran. Baik saya dan
suami, tidak akan pernah berputus asa berdoa meminta diberi kepercayaan untuk
memiliki keturunan disertai ikhtiar. Bukankah Rasulullah saw sendiri pernah
mengatakan "Janganlah salah seorang dari kamu menyerah dari memohon agar
dikarunia anak..."
Akhir-akhir ini, saya mulai
terbiasa dengan pertanyaan ataupun percakapan seputar belum adanya buah hati
yang dilemparkan pada saya atupun suami. Saya tahu, mereka yang bertanya tidak
lebih karena ingin bersimpati ataupun ingin turut membantu memberikan jalan
bagi kami yang tengah berikhtiar, meski selama ini mungkin tidak saya sadari.
Saya harus bersyukur atas semua keadaan, karena di balik ini tentu akan ada
hikmah, sebuah balasan terindah yang telah disiapkan Allah swt.
"Rabbihabliimilladunka
dzurriyatan thayyibah, innaka samii `udduaa." Ya Tuhanku berilah aku
keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengarkan do`a.
(Doa nabi Zakariya memohon keturunan, QS Al-Imran:38).***
Sumber : Arsip Pribadi
0 Response to "Mengapa Anda Ingin Memiliki Anak?"
Post a Comment