BAHAYA MENGGUNJING
Oleh
Syaikh Shalih bin ‘Abdullah bin Humaid
Kami berwasiat kepada diri saya sendiri, dan juga kepada
kaum Muslimin, bertakwalah kepada Allah Azza wa Jalla . Barangsiapa yang
bertakwa kepada Allah, maka Allah akan mencukupinya. Dan barangsiapa yang takut
kepada manusia, maka sesungguhnya, manusia tidak bisa memberikan manfaat
sedikitpun di hadapan Allah Azza wa Jalla . Kita juga harus menyadari, bahwa
tidak ada yang bisa mendapatkan rahmat kecuali orang-orang yang bertakwa.
Tidaklah mendapatkan pahala, kecuali orang-orang yang berada di atas ketakwaan.
Nasihat untuk bertakwa ini sangatlah banyak. Akan tetapi,
betapa disesalkan, karena yang melaksanakannya ternyata sangat sedikit. Semoga
Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang bertakwa.
Sebagai agama yang sempurna, Islam mengajak bicara akal,
hati, perasaan dan jiwa, akhlak dan pendidikan. Agama yang mulia ini
menggariskan adanya peraturan-peraturan agar seorang muslim dapat memiliki hati
yang selamat, perasaan yang bersih, menjaga kehormatan lisan, dan menjaga
rahasia pribadinya, serta dapat berakhlak mulia terhadap Rabb-nya, dirinya dan
seluruh manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا
مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ
إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari
prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain. [al Hujurat/49 : 12].
Pesan al Qur`an ini, merupakan jawaban atas fenomena yang
kita lihat saat ini. Yakni, agar kita terhindar dari perbuatan ghibah
(menggunjing), mencari-cari kesalahan orang lain. Karena menggunjing ini dapat
menyebabkan terlanggarnya kehormatan, keselamatan hati dan ketenangan di
masyarakat. Perbuatan menggunjing, merupakan salah satu dosa besar yang
membinasakan, merusak agama para pelakunya, baik sebagai pelaku ataupun orang
yang rela ketika mendengarkannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam al Qur`an :
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ
أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ
أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ
وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ
اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang
lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [al Hujurat/49 :
12].
Ilustrasi : Membucarakan kekurangan orang lain. (Foto : orangberiman.wordpress.com)
Menggunjing orang lain, tidak lepas dari salah satu dari
tiga istilah, yang semuanya disebutkan al Qur`an. Yaitu : ghibah, ifku dan
buhtan.
Apabila yang Anda sebutkan tentang saudara Anda itu ada
padanya, maka inilah ghibah. Apabila Anda menyampaikan semua yang Anda dengar,
maka ini adalah ifku. Dan apabila yang Anda sebutkan tidak ada pada diri
saudaramu, maka ini adalah buhtan.
Ghibah (menggunjing) adalah, setiap yang dapat dipahami
dengan maksud penghinaan, baik berupa perkataan, isyarat atau tulisan. Ghibah
ini, juga bisa berupa penghinaan terhadap seseorang tentang agama, kondisi
fisik, akhlak, harta dan keturunannya. Barangsiapa yang mencela ciptaan Allah,
berarti ia telah mencela penciptanya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyeru pelaku
perbuatan ini dengan sabdanya:
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ
وَلَمْ يَدْخُلِ الْإِيمَانُ قَلْبَهُ لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ
وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ
يَتَّبِعُ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ
يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ
فِي بَيْتِهِ
Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya, namun
keimanan itu belum masuk ke dalam hatinya! Janganlah kalian mengghibah
(menggunjing) kaum Muslimin. Jangan pula mencari-cari aib mereka. Barangsiapa
yang mencari-cari aib mereka, (maka) Allah akan mencari-cari aibnya. Dan
barangsiapa yang Allah mencari-cari aibnya, niscaya Allah akan membeberkan
aibnya, meskipun dia di dalam rumahnya.
Tentang bahaya menggunjing ini, al Hasan berkata : “Ghibah,
demi Allah, lebih cepat merusakkan agama seseorang daripada ulat yang memakan
tubuh mayit”.
Maka sungguh aneh, jika ada orang yang mengaku sebagai ahlul
haq dan ahlul iman, ternyata ia melakukan perbuatan ghibah (menggunjing),
sedangkan dia mengetahui akibat buruk perbuatan tersebut. Firman Allah Ta’ala
mengingatkan :
أَيُحِبُّ
أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ
أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati? [al Hujarat/49 : 12].
Seburuk-buruk ghibah, yaitu menggunjing para pemimpin, para
ulama, orang-orang berkedudukan, orang-orang shalih, dan orang yang mengajak
berbuat adil. Pelaku ghibah ini telah mencabik-cabik kehormatan orang-orang
terpandang yang memiliki kedudukan. Pelaku ghibah ini juga merendahkan
kedudukan mereka, menghilangkan kewibawaan mereka, menghilangkan kepercayaan terhadap
mereka, mencela perbuatan dan usaha mereka, dan meragukan kemampuan mereka.
Bayangkan, tidak disebut seorang yang mulia di hadapannya,
kecuali direndahkannya. Tidaklah muncul seorang yang mulia, kecuali dicelanya.
Tidak pula orang shalih, kecuali dia akan menuduhnya. Pelaku ghibah ini, senang
menuduh orang-orang terpercaya, menggunjing orang-orang shalih. Pelaku ghibah
menanamkan permusuhan dan membingungkan orang-orang kebanyakan, memutuskan
silaturahmi dan memecah persatuan.
Allahu Akbar! Apakah seorang muslim layak bersikap demikian
kepada saudaranya?
Wahai pelaku ghibah! Setiap orang pasti dicintai dan
dibenci, diridhai dan dimarahi, disukai dan dimusuhi.
Orang yang berakal, dalam mencintai kekasihnya, ia tidak
akan berbuat secara berlebihan; sebab, mungkin suatu hari orang yang
dikasihinya tersebut akan dibencinya. Sebaliknya, manakala seorang muslim harus
membenci, maka dia pun bersikap sewajarnya; sebab, mungkin suatu hari orang
yang dibencinya akan menjadi kekasihnya. Oleh karena itu, jadilah orang yang
selalu menegakkan kebenaran dan bersikap adil. Jangan sampai ketidak-sukaan
membuatmu bersikap zhalim. Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ
لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ
شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا
تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ
أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. [al Maidah/5 : 8].
Jika dikatakan kepada Anda : “Fulan telah meggunjingmu,
sampai kami merasa kasihan kepadamu”. Maka jawablah dengan perkataan :
“Seharusnya, dialah yang seharusnya engkau kasihani”.
Bertakwalah kita kepada Allah. Sungguh beruntung orang yang
bisa menahan diri, tidak berlebihan dalam berbicara. Sungguh beruntung orang
yang bisa menguasai lisannya. Sungguh beruntung orang yang terhindar dari
menggunjing orang lain, karena ia mengetahui yang ada pada dirinya. Sungguh
beruntung orang yang berpegang dengan petunjuk al Qur`an, kemudian menghadap
Allah dengan hati yang khusyu’, lisan yang jujur, dan ikhlas mencintai
saudaranya.
رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ
سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي
قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا
رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami
yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyanyang. [al Hasyr/59 : 10].
Kami mengingatkan kembali, hendaklah kita jauhi perbuatan
ghibah atau menggunjing orang lain. Ketahuilah, orang yang mendengarkan ghibah,
ia mendapatkan dosa yang sama seperti pelakunya. Sehingga orang yang
mendengarkan ghibah tidak selamat dari dosa, kecuali jika ia mengingkari dengan
lisannya, atau dengan hatinya. Apabila bisa, hendaklah ia tinggalkan majelis
atau tempat tersebut, atau memutusnya dengan mengalihkan kepada pembicaraan
yang lain. Karena, orang yang diam ketika mendengar ghibah, maka ia termasuk
bergabung dengan pelakunya. Sehingga Ibnu Mubarak mengingatkan: “Pergilah dari
orang yang menggunjing, sebagaimana engkau lari dari kejaran singa”.
Setiap orang memiliki cacat dan aib, kesalahan dan
kekeliruan. Oleh karena itu, kita jangan merasa mengetahui apa yang tidak
diketahui orang lain. Daripada mengurusi aib orang lain, mengapa kita tidak
menyibukkan diri dengan aib sendiri? Jagalah hak dan kehormatan saudaramu!
Dalam sebuah hadits dinyatakan :
مَنْ ذَبَّ عَنْ لَحْمِ
أَخِيهِ بِالْغِيبَةِ كَانَ حَقًّا عَلَى
اللَّهِ أَنْ يُعْتِقَهُ مِنَ
النَّارِ
Barangsiapa yang membela daging (kehormatan) saudaranya dari
ghibah, maka menjadi hak Allah untuk membebaskannya dari api Neraka. [1]
وَمَنْ
قَالَ فِي مُؤْمِنٍ مَا
لَيْسَ فِيهِ أَسْكَنَهُ اللَّهُ
رَدْغَةَ الْخَبَالِ حَتَّى يَخْرُجَ مِمَّا
قَالَ
Barangsiapa yang berkata tentang seorang mu`min yang tidak
ada padanya, (maka) Allah akan menempatkannya pada lumpur ahli Neraka, sampai
dia keluar dari apa yang dia ucapkan.[2]
مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ
لِأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا فَإِنَّهُ لَيْسَ
ثَمَّ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ مِنْ
قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ
مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ
لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ
أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ
Barangsiapa berbuat kezhaliman terhadap saudaranya (orang
lain), hendaklah dia meminta maaf atas kezhalimannya. Karena (pada hari
Kiamat), di sana tidak ada dinar (dan) tidak pula dirham sebagai penebusnya,
sebelum diambil kebaikan dari dirinya untuk saudaranya tersebut. Apabila dia
tidak memiliki kebaikan, maka diambillah kejelekan saudaranya tersebut dan
dilimpahkan kepadanya.
(Diangkat dari Khuthbah Jum’at Syaikh Shalih bin ‘Abdullah
bin Humaid, di Masjid al Haram, Makkah al Mukarramah)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun X/1427/2006M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. HR Ahmad dengan sanad hasan dan dinilai Syaikh al
Albani sebagai hadits shahih li ghairihi di dalam Shahih at Targhib wa at Tarhib,
no. 2847.
[2]. HR Abu Dawud, dan dinilai shahih oleh Syaikh al Albani
di dalam Shahih at Targhib wa at Tarhib, no. 2845.
Sumber: https://almanhaj.or.id/3697-bahaya-menggunjing.html
0 Response to "Bahaya Ghibah...."
Post a Comment